Batman Begins - Help Select Budaya Indonesia: Warisan Yang Terlupakan dan Nasionalisme Dadakan

Minggu, 01 September 2013

Warisan Yang Terlupakan dan Nasionalisme Dadakan




Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Apakah kalimat itu masih menggugah hati rakyat Indonesia?? Ketika korupsi merajalela, hukum dan hak asasi dilanggar tanpa keadilan, rakyat kelaparan, dan warisan budaya diklaim negara lain.
Masihkah bangsa Indonesia tetap bangsa yang besar?
Tampaknya kebesaran itu kini cuma slogan yang tak berarti apa-apa. Belakangan banyak hal terbengkalai.

Negeri  jiran  memang tak hanya sekali melakukan pengklaiman atas budaya Indonesia. Masih segar dalam ingatan saat Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia mengklaim Reog Ponorogo sebagai tarian asal Malaysia dengan nama Tari Barongan. Akhirnya Pemerintah Jawa Timur berupaya mendaftarkan Rego Ponorogo untuk mendapatkan hak paten tingkat dunia.

Klaim yang paling ramai dan membuat geram adalah pengklaiman batik sebagai warisan kebudayaan Malaysia. Rakyat Indonesia ramai, geram, marah. Gerakan memakai batik nasional seperti gelombang besar tiba-tiba muncul. Ancaman diklaimnya batik oleh negeri jiran Malaysia memunculkan "nasionalisme dadakan".
Pemerintah, yang juga terkesan “dadakan” lantas buru-buru mendaftarkan batik sebagai warisan budaya ke Unesco. Klaim atas batik ini akhirnya dimenangkan oleh Indonesia dengan ditetapkannya batik sebagai warisan budaya Indonesia oleh Unesco pada 2 Oktober 2009.
Kemudian kasus serupa terulang. Komunitas Mandailing di Malaysia mendaftarkan Tari Tor-tor  sebagai budaya warisan negara itu. Bahkan komunitas ini meminta agar bangsa Indonesia juga memahami usulan agar tari ini masuk dalam daftar kebudayaan negeri jiran. Salah satu alasannya adalah agar Tari Tor-tor bisa lestari dan mendapat pengakuan negara, tidak hanya dipentaskan di rumah saja.
Sejumlah budayawan Indonesia menyebut, persoalan Tari Tor-tor ini seharusnya tak dipermasalahkan besar oleh masyarakat Indonesia. Mandailing sebagai sebagai komunitas Melayu di Malaysia memang memiliki budaya Tari Tor-tor dan budaya adalah warisan suku bangsa, bukan negara. Dengan demikian budaya bisa tersebar kemana pun jika masyarakatnya juga menyebar ke segala penjuru.
Pertanyaannya, sebagai bangsa yang juga merasa memiliki budaya ini, apakah masyarakat Indonesia juga telah turut melestarikan? Ketika Reog, batik, dan kini Tor-tor ingin dilestarikan oleh masyarakat di negara lain, rakyat Indonesia marah.
Apakah kemarahan itu sudah juga diikuti dengan tindakan koreksi akan pelestarian budaya ?? Barangkali budaya memang bukan urusan negara, tapi negara juga memiliki peran besar untuk mendukung pelestariannya.
Kini muncul pertanyaan kedua, apakah pemerintah Indonesia, sebelum ramai pemberitaan tentang pengklaiman ini telah memberi dukungan penuh pada pelestarian budaya? Padahal, pemerintah kurang berperan dalam pelestarian budaya, justru yang banyak berperan adalah seniman-seniman yang sudah tua.
Ibarat benda yang selama ini lupa telah dimiliki, lantas kita marah saat benda itu diakui oleh orang lain.
Rasa memiliki “dadakan” ini harusnya membuat bangsa dan pemerintah Indonesia sadar. Memiliki tak hanya sekedar label. Memiliki berarti juga merawat, melestarikan warisan budaya yang selama ini terlupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar